BAB. I.
PENDAHULUAN
- Latara Belakang Masalah
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang dilakukan
oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasanga, sebagaimana
firman Allah dalam surat Yasin ayat 36.
Menuasia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebuh mulia dari makhluk
yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya aturan dan tata
cara secara khusus sebagai landasan untuk mempertahakan kelebihan derajat yang
namanya makhluk menuasia disbanding dengan jenis makhluk lainnya.
Begitu pula dengan pandangan mahasiswa sekarang
yang mengira bahwa perkawinan hanya ilmu praktek yang tidaklah harus dipenuhi
oleh teori-teori yang mengikat sehingga menyusahkan “praktek” perkawinan itu
sendiri.
Atas keprihatinan itu pula, kami kelompok
2 menyusun makalah ini dengan judul PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN MENURUT HUKUM
ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
. Selain untuk memenuhi tugas perkuliahan, semoga makalah ini menjadi
manfaat yang besar bagi kita semua.
- RUMUSAN
MASALAH
Untuk menyusun makalah ini,
kami menyusun terlebih dahulu rumusan masalah agar penyusunan makalah in dapat
dengan mudah kami lakukan dan para pembaca dapat dengan mudah memahami masalah
yang kami bahas, yaitu:
- Apa itu
Definisi Perkawinan?
- Apa prinsip-prinsipperkawinan dalam KHI dan UU No
1 tahun 1974?
BAB. II. PEMBAHASAN
Prinsip-prinsip Perkawinan
Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan
- pengertian
perkawinan
Perkawinan adalah sunatullah, atau hukum alam di dunia yang dilakukan
oleh setiap mahluk yang Allah jadikan secara berpasang-pasanga, sebagaimana
firman Allah dalam surat Yasin ayat 36.
Menuasia adalah makhluk yang Allah ciptakan lebuh mulia dari makhluk
yang lainnya sehingga karenanya Allah telah menetapkan adanya aturan dan tata
cara secara khusus sebagai landasan untuk mempertahakan kelebihan derajat yang
namanya makhluk menuasia disbanding dengan jenis makhluk lainnya.
- Kedudukan Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
maka teori resepsi seperti yang diajarkan di Zaman Hindia
Belanda menjadi hapus dengan sendirinya.
Teori resepsi adalah teori yang menyatakan bahwa Hukum Islam baru
berlaku di Indonesia untuk penganut agama Islam apabila sesuatu Hukum Islam
telah nyata-nyata diresapi oleh dan Hukum adat, maka dengan pasal-pasal
tertentu dalam Undang-Undang Perkawinan ini tidak ada keragua-raguan untuk
menerima dalil bahwa Hukum Islam telah langsung menjadi sumber hukum tanpa
memerlukan bantuan atau peraturan Hukum Adat.
Disamping pendapat tersebut diatas, ada juga pendapat yang dikemukakan bahwa
sebetulnya teori resepsi itu baik sebagai teori maupun sebagai ketetapan dalam
pasal 134 ayat 2 Indisce Staatsregeling telah terhapus dengan berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945.
Hal ini bisa kita lihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 19 ayat 2
yang memuat ketentuan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya dan
kepercayaannya. Dari ketentuan pasal 29 ayat 2 tersebut diatas. Maka pemerintah
berhak untuk mengatur persoalan-persoalan tertentu berdasarkan Hukum Islam,
sejauh mana peraturan-peraturan itu diperuntukan bagi warga negara yang
beragama Islam. Jadi erlakunya Hukum Islam bagi warga negara Indonesia yang
beragam Islam tidak usah melihat apakah hukum Islam telah menjadi hukum adat
atau belum
Mengenai berlakunya Hukum Islam di Indonesia dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah
nomor 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksanaanya, apabila ditinjau secara
sepintas dapat dianggap tidak berlaku lagi, karena dengan berlakuknya peraturan
perundang-undangan tersebut diatas, maka sejak 1 Oktober tahun 1975 hanya ada
satu peraturan perkawinan yang berlaku untuk seluruh wargan negara Indonesia
tanpa melihat golongannya masing-masing. Hal ini dengan tegas disebut dalam
pasal 66 Undang-Undang perkawinan yang menentukan bahwa dengan berlakunya
Undang-undang ini maka ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetbook), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen
(Huwelijk Ordonantie Christen Indonesier Stb. 1933 Nopember. 74), Peraturan
Ordonantie Campuran, Gereling op Desember Gemengde Huwelijk Stb. 1898 Nopember.
158, dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah
diatur dalam Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Anggapan yang menyatakan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
Perkawinan ini, hukum perkawinan Islam tidak berlku lagi adalah tidak tepat,
sebab menurut ketentuan dalal pasal 66 tersebut diatas yang dianggap tidak
berlaku bukanlah peraturan-peraturan tersebut diatas secara keseluruhan
melainkan hanyalah hal-hal yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur
dalam Undang-Undang Perkawinan ini, dalam hal-hal yang belum atau tidak diatur
dalam Undang-undang Perkawinan ini masih tetap berlaku.
Disamping ketentuan tersebut diatas tentang masih tetap berlakunya
hukum Perkawinan Islam bagi mereka yang beragama Islam, secara tegas disebutkan
dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan yang menentukan bahwa perkawinan
adalah sah pabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya. Dengan demikian maka hal-hal yang belum diatur dan tidak
bertentangan dengan Undang-undang Perkawinan ini. tetap berlaku menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya, maka bagi warga negara Indonesia
yang beragam Islam yang hendak melakukan perkawinan supaya sah harus
dilaksanakan menurut ketentuan hukum perkawinan Islam.
Dengan
demikian maka maka pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan ini dapat dipakai
sebagai dasar hukum berlakuknya hukum perkawinan Islam di Indonesia sebagai
peraturan-peraturan khusus disamping peraturan-peraturan umum yang telah diatur
dalam Undang-Undang Perkawinan, untuk wargan negara Indonesia yang beragama
Islam.
- Kedudukan Hukum Perkawinan
dalam Agama Islam.
Hukum Perkawinan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat
penting, oleh karena itu peraturan-peraturan tentang perkawinan ini diatur dan
diterangkan dengan jelas dan terperinci. Hukum Perkawinan Islam pada dasarnya
tidak hanya mengatur tatacara pelaksanaan perkawinan saja, melainkan juga
segala persoalan yang erat hubungannya dengan perkawinan, misalnya: hak-hak dan
kewajiban suami istri, pengaturan harta kekayaan dalam perkawinan, cara-cara
untuk memutuskan perkawinan, biaya hidup yang harus diadakan sesudah putusnya
perkwinan, Pemeliharaan anak, nafkah anak, pembegian harta perkawinan dan
lain-lain.
- Pentingnya perkawinan bagi
kehidupan manusia, khusus bagi orang Islam adalah sebagai berikut:
- Dengan melakukan perkawinan yang sah
dan dapat terlaksana pergaulan hidup manusia baik secara individual maupun
kelompok antara pria dan wanita secara terhormat dan halal, sesuai dengan
kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat diantara makhluk-makhluk
Tuhan yang lain.
- Dengan melaksanakan perkawinan dapat
terbentuk suatu rumah tangga dimana dalam kehidupan rumah tangga dapat
terlaksana secara damai dan tentram suami istri.
- Dengan melaksanakan perkawinan yang
sah, dapat diharapkan memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat
sehingga kelangsungan hidup dalam keluarga dan keturunannya dapat
berlangsung terus jelas dan bersih.
- Dengan terjadimnya perkawinan, maka
timbulah sebuah keluarga yang merupakan inti dari pada hiduip
bermasyarakat, sehingga dapat diharapkan timbul suatu kehidupan masyarakat
yang teratur dan berada dalam suasana damai.
- Melaksanakan perkawinan dengan
mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul, adalah merupakan salah satu ibadah bagi umat Islam.
- Asas-asas dan Prinsip-prinsip
Perkawinan Menurut Hukum slam dan Undang-undang Perkawinan.
Dalam ajaran
Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu :
- Harus ada persetujuan secara suka
rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranyanya adalah
diadakan peminangan terlebuh dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah
pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
- Tidak semua wanita dapat dikawini
oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara
pria dan wanita yang harus diindahkan.
- Perkawinan harus dilaksanakan dengan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua
belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu
sendiri.
- Perkawinan pada dasarnya adalah
untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal
untuk selam-lamanya.
- Hak dan kewajiban suami istri adalah
seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada
pada suami.
6.
Adapaun prinsip-prinsip atau asas-asas
perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan, disebtkan didalam penjelasan
umumnya sebagai berikut:
a. Tujuan
perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami
istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan pribadinya, membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan
material.
b. Dalam
Undang-Udang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan
disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perturan
perundang-undangan yang belaku, pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama
halnya denagn pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan,
suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
c. Undang-undang
ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan,
karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkannya, seorang suami
dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami
dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan
tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan Agama.
d. Undang-Udang
ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus masak jiwa raganya
untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan
yantg baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon
suami istri yang masih dibawah umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan
dengan masalah kependudukan, maka untuk mengerem lajunya kelahiran yang lebih
tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami istri yang masih
dibawah umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi seorang wanita untuk
kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan
batas umur yang lebih tinggi, berhubungan dengan itu, maka Undang-Udang Perkawinan
ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun bagi wanita, ialah
19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.
e. Karena
tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan
sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar tejadinya
perceraian. Untuk memungkin perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal
19 Peraturan Pemerintah N. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri bagi golongan luar
Islam.
f. Hak
dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan bermasyarakat, sehingga dengan
demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan
bersama suami istri.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum
Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan
tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.
Demikianlah tulisan singkat ini yamg tentunya disana sini banyak
kekurangannya, bila dalam tulisan ini ada kebaikannya hal tersebut tentunya
merupakan sesatu hal yang datanggnya dari Allah Swt. dan hal tidak baiknya itu
merupakan kekeliruan dari penulis, karena itu mohon maaf yang sebesar-besarnya,
mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya robal alamin.
BAB. III.
PENUTUP
- Kesimpulan
Di alam UU perkawinan No I tahun 1974 seperti yang termuat dlam pasal 1
ayat 2 perkawinan didefinisikan:"Ikatan lahir bathin antara serorang pria
dengan seorang wanita ebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga,
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut KHI, seperti yang terdapat pada pasal 2 dinyatakan
bahwa perkawinan dalam hukum Islam adalah:"Pernikahan yaitu aqad yang
sangat kuat atau mistsaqan qhalidanuntuk mentaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya merupakan badah.
Berkenan dengan pasal selanjutnya bahwa tujuan perkawinan adlahuntuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,mawaddah dan rahmah (tentram
cinta dan kasih sayang).Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan
pengembangandari hukum perkawinan yang tertuang di dalam Undang-undang Nomor I
thun 1974. Karena ia tidak dapat lepas dari misi yang diemban olehUndang-undang
perkawinan tersebut, kendatipun cakupannya hanyaterbatas bagi kepentingan umat
Islam.Karena kompilasi dalam banyak hal merupakan penjelasan Undang-undang
Perkawinan, maka prinsip-prinsip atau asas-asasnya dikemukakan dngan engacu
kepada Undang-undang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamdani, 2002.Risalah an-Nikah, Pustaka
Amani: Jakarta.
Amir
Syarifuddin, 2007.Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta.
Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulughul Maram, Haramain:
Singapura.
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, 2007. Fiqh
Madzhab Syafi’i, Pustaka Setia: Bandung,
Ibnu Rusyd, 2005.Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtasid II, Darul Fikri: Beirut.
Mutawalli Sya’rawi, 2005. Fiqh Perempuan,
Amzah: tt.
Sayyid Sabiq, Fiqhus
Sunnah jilid 2, Darul Fikri, Beirut.
Wahbah Zuhaili, Fiqhul
Islami wa Adillatuhu, tt.
http://perbandinganmadzhabfiqh.wordpress.com/2011/05/14/hukum-perkawinan-menurut-undang-undang-dan-hukum-islam/
mantap.
BalasHapusjngan lupa kunjungi blog kami di Hulubalang93.blogspot.com